Waduh, hari ini begitu melelahkan. Sejak jam satu siang sampai malam ini masih aja macet. Kayaknya bakalan telat nih nyampe rumah....Ternyata bener juga...
Memang Jakarta terkenal dengan macetnya. Kalau seseorang nyebutin Jakarta, hal pertama yang kebayang adalah macet nya. Makanya kalau berangkat kerja mesti pagi buta dan pulang mesti diatas jam 8 malem jika ga mau kejebak macet.
Begitu juga dengan hari ini. Tapi ini lebih parah rasanya dibandingin hari-hari kemaren. Sejak tadi siang waktu ketemu client ampe sekarang mau pulang pun tetep aja macet padahal jam udah menunjukkan pukul 10 malam. Oh ini bener-bener udah parah, ga cuma ngabisin bensin tapi juga waktu dan tenaga....ugh!
Kayaknya udah mulai deket rumah nih...tinggal 1 km lagi aku bisa meluruskan punggung dan pantat... capek juga duduk berjam-jam di mobil.
Di belokan ke komplek, aku melihat tukang jual bubur langganan lagi nyante, sepi...cuma ada sepasang suami istri. Kayaknya makan bubur malem-malem enak nih secara perut ku juga lagi laper.
Akhirnya kuberhenti di tempat penjual bubur dan turun untuk menyantap bubur kesayanganku...
"Kemana aja nih Bang, ga pernah kelihatan..." tanya Ku... " Ah neng, ga kemana-kemana kok, bekas pacarku lagi sakit, jadi aku nemenin dia dirumah sakit selama empat hari ini, makanya ga jualan dulu" jawabnya sambil meracik bubur untukku. Bekas pacar disini maksudnya adalah istri si Abang yang biasa nemenin berjualan.
"Sakit apa Bang"..aku melanjutkan percakapan lagi. "Ini, sakit panas...lumayan juga neng, semalam Rp.500.000,- belum lagi obat nya...tapi yah namanya hidup, saya mah menjalaninya aja..." Si Abang terlihat tenang menyuguhkan bubur yang udah jadi dan siap ku lahap... Ummmm masih dasyat rasa buburnya...aku mulai menikmati setiap sendok bubur ayam ini.
Tidak tahu dari mana, tiba-tiba si Abang mulai bercerita tentang harga minyak goreng yang makin naik.
"Sekarang, minyak goreng udah Rp. 15.000 per kg nya Neng. Semua pada naik. Daganganku cuma dua yang ga di goreng, saledry ama beras, semuanya harus digoreng. Kalau udah nyampe Rp.20.000 ntar, aku terpaksa naikin harga buburnya, Neng"
Waduh... Rp. 15.000 per kg sekarang...? seminggu yang lalu masih Rp. 11.000 kg itupun minyak goreng kemasan. Aduh, aku jadi pusing juga... tepatnya upset maybe... Baru-baru ini aku dengar Pemerintah mau menaikkan tarif dasar listrik, belum lagi pemerintah mau mencabut subsidi untuk sekolah-sekolah negeri. Bagaimana ini??????.....
"Jujur ya Neng, di zaman Soeharto, negara ga kayak gini. Semua terjaga. Sekarang katanya demokrasi, tapi kok jadi kebablasan ya. Emang katanya Soeharto korupsi, tapi itu ga Soeharto aja yang korupsi pada saat itu, dan yang korupsi juga sampai gubernur yang berani. Dibandingkan sekarang, sampai RT dah korupsi... pusing saya"
O..o... si Abang mulai mengungkapkan pikirannya. "Trus Abang sedih dong Soeharto wafat?" tanyaku lagi...
"Sedih..hhmmm banyak sedihnya liat negeri ini yang makin hancur aja"..lanjut si Abang sambil berdiri mengambil gelas minuman. "Sekarang itu Neng, di negara ini ada dua pendapat yang bersebrangan yang buntutnya bikin pusing rakyat, DPR dan pemerintahan SBY ga pernah satu. Ya DPR mau nya gini, ya SBY maunya gini. Nyata banget kalau sekarang ini yang lebih berpihak hanya kepentingan. Walaupun ada demo, tapi itu sebenarnya demo atas kepentingan. Kalau mereka dapat kursi, mana ada yang vokal lagi.... Saya masih ingat cuma sekali kita demo dengan satu kepentingan, waktu tahun 65, semua ingin bener-bener ada perubahan. Beda sekali dengan sekarang."...Si Abang semakin serius dengan omongannya, sedang aku diam-diam dalam nikmatnya bubur ayam, mulai menikmati percakapan si Abang.
"Makin banyaknya partai menunjukkan banyaknya kepentingan di negara ini. Bohong itu yang teriak teriak buat rakyat, sebenarnya mereka teriak buat perut mereka sendiri. Di Amerika yang negara demokrasi aja, cuma ada 2 parti besar. Yang menang memimpin dan yang kalah jadi oposisi. Simple kan!, Eh ini yang katanya demokrasi malah memperbanyak partai.. kelihatan banget maunya apa"
"Seharusnya kalau kita ingin memotong pohon, yang dipotong rating-rantingnya dulu, setelah itu baru batangnya agar kalau sudah tumbang tidak mengenai orang,rumah, jalan, atau yang lainnya," si Abang ber philosophy sembari aku menyelesaikan santapan terakhir buburku.
"Bener juga ya Bang, yang abadi di bumi ini cuma KEPENTINGAN "... Penyataanku ini menutup percakapan antara aku dan Bang Mail si penjual bubur sembari memberikan beberapa ribu untuk membayar bubur yang aku makan.
Kulanjutkan perjalanku menuju rumah, tinggal beberapa meter lagi aku sudah sampai. Aku bisa merasakan kesulitan yang dialami Bang Mail dan Bang Mail lainnya di saat keadaan ekonomi yang tidak menentu ini. Oh Tuhan.....
Memang Jakarta terkenal dengan macetnya. Kalau seseorang nyebutin Jakarta, hal pertama yang kebayang adalah macet nya. Makanya kalau berangkat kerja mesti pagi buta dan pulang mesti diatas jam 8 malem jika ga mau kejebak macet.
Begitu juga dengan hari ini. Tapi ini lebih parah rasanya dibandingin hari-hari kemaren. Sejak tadi siang waktu ketemu client ampe sekarang mau pulang pun tetep aja macet padahal jam udah menunjukkan pukul 10 malam. Oh ini bener-bener udah parah, ga cuma ngabisin bensin tapi juga waktu dan tenaga....ugh!
Kayaknya udah mulai deket rumah nih...tinggal 1 km lagi aku bisa meluruskan punggung dan pantat... capek juga duduk berjam-jam di mobil.
Di belokan ke komplek, aku melihat tukang jual bubur langganan lagi nyante, sepi...cuma ada sepasang suami istri. Kayaknya makan bubur malem-malem enak nih secara perut ku juga lagi laper.
Akhirnya kuberhenti di tempat penjual bubur dan turun untuk menyantap bubur kesayanganku...
"Kemana aja nih Bang, ga pernah kelihatan..." tanya Ku... " Ah neng, ga kemana-kemana kok, bekas pacarku lagi sakit, jadi aku nemenin dia dirumah sakit selama empat hari ini, makanya ga jualan dulu" jawabnya sambil meracik bubur untukku. Bekas pacar disini maksudnya adalah istri si Abang yang biasa nemenin berjualan.
"Sakit apa Bang"..aku melanjutkan percakapan lagi. "Ini, sakit panas...lumayan juga neng, semalam Rp.500.000,- belum lagi obat nya...tapi yah namanya hidup, saya mah menjalaninya aja..." Si Abang terlihat tenang menyuguhkan bubur yang udah jadi dan siap ku lahap... Ummmm masih dasyat rasa buburnya...aku mulai menikmati setiap sendok bubur ayam ini.
Tidak tahu dari mana, tiba-tiba si Abang mulai bercerita tentang harga minyak goreng yang makin naik.
"Sekarang, minyak goreng udah Rp. 15.000 per kg nya Neng. Semua pada naik. Daganganku cuma dua yang ga di goreng, saledry ama beras, semuanya harus digoreng. Kalau udah nyampe Rp.20.000 ntar, aku terpaksa naikin harga buburnya, Neng"
Waduh... Rp. 15.000 per kg sekarang...? seminggu yang lalu masih Rp. 11.000 kg itupun minyak goreng kemasan. Aduh, aku jadi pusing juga... tepatnya upset maybe... Baru-baru ini aku dengar Pemerintah mau menaikkan tarif dasar listrik, belum lagi pemerintah mau mencabut subsidi untuk sekolah-sekolah negeri. Bagaimana ini??????.....
"Jujur ya Neng, di zaman Soeharto, negara ga kayak gini. Semua terjaga. Sekarang katanya demokrasi, tapi kok jadi kebablasan ya. Emang katanya Soeharto korupsi, tapi itu ga Soeharto aja yang korupsi pada saat itu, dan yang korupsi juga sampai gubernur yang berani. Dibandingkan sekarang, sampai RT dah korupsi... pusing saya"
O..o... si Abang mulai mengungkapkan pikirannya. "Trus Abang sedih dong Soeharto wafat?" tanyaku lagi...
"Sedih..hhmmm banyak sedihnya liat negeri ini yang makin hancur aja"..lanjut si Abang sambil berdiri mengambil gelas minuman. "Sekarang itu Neng, di negara ini ada dua pendapat yang bersebrangan yang buntutnya bikin pusing rakyat, DPR dan pemerintahan SBY ga pernah satu. Ya DPR mau nya gini, ya SBY maunya gini. Nyata banget kalau sekarang ini yang lebih berpihak hanya kepentingan. Walaupun ada demo, tapi itu sebenarnya demo atas kepentingan. Kalau mereka dapat kursi, mana ada yang vokal lagi.... Saya masih ingat cuma sekali kita demo dengan satu kepentingan, waktu tahun 65, semua ingin bener-bener ada perubahan. Beda sekali dengan sekarang."...Si Abang semakin serius dengan omongannya, sedang aku diam-diam dalam nikmatnya bubur ayam, mulai menikmati percakapan si Abang.
"Makin banyaknya partai menunjukkan banyaknya kepentingan di negara ini. Bohong itu yang teriak teriak buat rakyat, sebenarnya mereka teriak buat perut mereka sendiri. Di Amerika yang negara demokrasi aja, cuma ada 2 parti besar. Yang menang memimpin dan yang kalah jadi oposisi. Simple kan!, Eh ini yang katanya demokrasi malah memperbanyak partai.. kelihatan banget maunya apa"
"Seharusnya kalau kita ingin memotong pohon, yang dipotong rating-rantingnya dulu, setelah itu baru batangnya agar kalau sudah tumbang tidak mengenai orang,rumah, jalan, atau yang lainnya," si Abang ber philosophy sembari aku menyelesaikan santapan terakhir buburku.
"Bener juga ya Bang, yang abadi di bumi ini cuma KEPENTINGAN "... Penyataanku ini menutup percakapan antara aku dan Bang Mail si penjual bubur sembari memberikan beberapa ribu untuk membayar bubur yang aku makan.
Kulanjutkan perjalanku menuju rumah, tinggal beberapa meter lagi aku sudah sampai. Aku bisa merasakan kesulitan yang dialami Bang Mail dan Bang Mail lainnya di saat keadaan ekonomi yang tidak menentu ini. Oh Tuhan.....
No comments:
Post a Comment